-Pethuk mati lan Bahu lawean- Horror story by dm @bacahorror #bacahorror


"ayok nduk, kowe isok, ayok" (ayo nak, kamu bisa, ayo, sedikit lagi) kata seorang wanita tua, ia membungkuk sambil jemarinya menyentuh diantara kaki seorang wanita yg sedang meronta diatas dipan, di luar hujan turun sejak sore tadi, peluh membasahi kening si wanita tua.


si wanita tua membatin, belum pernah ia membantu persalinan seseorang sampai selama ini, "ra masuk akal" (tidak masuk akal) katanya dalam hati berkali-kali, saat kepala jabang bayi mulai terlihat di ujung, senyuman si wanita tua tersungging, "akhirnya anak ini mau juga keluar".


di tariknya selembut mungkin jabang bayi yg masih merah darah itu, dibantu oleh saudara perempuan si ibu, akhirnya mereka berhasil membuat si kecil tak berdaya itu bernafas untuk pertama kalinya di dunia, sampai, ada keganjilan yg terjadi.


jabang bayi yg masih merah itu, kini sedang dibasuh dengan kain basah, anehnya, ia tak kunjung menangis, si wanita tua tiba-tiba merasa gelisah. ia memandanginya. "onok opo mbok?" (ada apa mbok?) tanya si perempuan yg mendapati si dukun anak itu melihat dirinyanya terus menerus.


"cah kui ra nangis" (anak itu kok gak menangis?) katanya sembari mendekati. perempuan itu bingung, "nangis?" dukun anak itu mengangguk, "jabang bayi sing tas lahir nang ndunyo kudune nangis!!" (anak bayi yg baru saja lahir ke dunia seharusnya menangis) "opoo mbok?" (kenapa?)


saat itulah, dukun anak itu menyadari apa yg sedang terjadi, ia melihat dengan jelas, jabang bayi itu sedang menengok ke sudut ruangan di dalam kamar ini, sebuah sudut yg tak boleh ia katakan kepada siapapun bila ingin anak ini selamat dari maut.


dengan wajah tegang dan tergopoh-gopoh, dukun anak itu berteriak, "ayok, gaween cah kui nangis!!" (ayok, cepat buat anak itu menangis!!) si perempuan semakin bingung maksud perkataan si dukun, "digawe nangis yo opo mbok?" (dibuat menangis bagaimana mbok?) "gepuk'en pupune!!"


(pukul pahanya), "jiwiten (cubit) opo ae sing penting cah kui isok nangis!!" (apapun yg penting anak itu bisa menangis) si perempuan masih tak mengerti, ia melakukan apa yg diperintahkan namun ia tak tega bila harus mencubit atau memukul keras pahanya, hal ini membuat-


dukun anak itu merebut si jabang bayi, menutupi sudut ruangan dengan tubuhnya sembari menutup mata si jabang bayi, "celuken bapak e, celuk en kabeh kongkon mrene sak iki!!" (panggil ayahnya, panggil semua agar kesini, sekarang!!) perempuan itu lalu pergi.


setelah semua berkumpul, dukun wanita itu mengatakannya, "dayoh'e nang kene, lakono perintahku" (ada tamu tak diundang disini, lakukan apa yg kusuruh) wajah seluruh keluarga tampak tegang, mereka pergi keluar, tak lama beberapa dari mereka kembali, ada yg membawa baik berisi air


yg lain membawa daun pisang, setelah itu benda itu diletakkan di bawah dipan tepat dibawah si ibu yg melihat dengan wajah tak kalah ngeri. dukun anak itu memeriksa air di dalam bak, setelah itu ia mengangguk pada semua orang yg ada di-sini. "sak iki" (sekarang)


dua lelaki berjalan masuk, menarik seekor kambing. di-bawahnya si kambing di paksa mengadah dengan selembar daun pisang yg dibentangkan kedalam bak mandi yg berisi air, si bapak langsung menghunus golok lalu mengiris batang leher kambing sampai darah kental itu masuk.


air bercampur darah dari kambing, si dukun melihat terus menerus ke sudut ruangan sembari mencelupkan jabang bayi mungil, menenggelamkan tubuhnya, semua orang melihat kejadian itu dengan ekspresi ngeri sekaligus khawatir, bahkan si ibu terus berteriak melihat anaknya menggeliat.


Nafas si dukun beradu, di dalam ruangan ini sendiri, mendadak menjadi dingin, gelembung dari jabang bayi terus muncul dari dalam air berwarna merah keruh, saat si bapak sudah tidak sanggup melihat, ia berniat menghentikan si dukun, namun, nampaknya semua prosesi ini sudah selesai


karena, ketika jabang bayi mungil itu diangkat dari dalam sana, semua orang yg ada di dalam ruangan bisa mendengar dengan jelas untuk pertama kalinya, tangisan si jabang bayi. Dukun anak itu lalu menyerahkan bayi kecil itu kepada si bapak.


meski begitu, raut dari wajah si dukun masih tampak cemas, ia memandang anak itu untuk terakhir kalinya sebelum mengatakan kata-kata ini kepada si bapak. "ayu ne anakmu, mene nek wes gede, anakmu dadi cah sing paling ayu gok kene, direbutno ambek wong-wong lanang tapi,"


(sungguh cantik anakmu, besok saat dia sudah dewasa, ia akan menjadi perempuan paling cantik di sini, diperebutkan oleh banyak laki-laki tetapi-) dukun wanita itu diam sebentar, ia membuka jendela, melihat ke sisi luar, "tak hanya bangsa manusia, bangsa lelembut pun menyukainya"


Waktu berlalu. Bayi mungil itu kini menjadi perempuan dewasa, dari desa sebrang seorang lelaki meminang dirinya, lewat pernikahan 2 hari 2 malam, si lelaki merasa menjadi orang paling beruntung mendapatkan kembang desa yg paling diinginkan, tak sedikit yg sebenarnya iri.


Lelaki itu begitu bahagia, di usia pernikahan yg seumur jagung tak sedikit orang yg terus membicarakan mereka, mulai dari pelet macam apa yg digunakan, sampai bagaimana rasanya malam pertama. tapi, hal itu tak bertahan lama, saat orang-orang mulai menyadari ada yg tidak beres.


Hal ini dimulai dengan tubuh si lelaki yg semakin lama kian kurus, wajahnya yg dulu ceria kini tak nampak bahagia, tak hanya itu, ia sering sakit-sakitan, wajahnya pucat pasi. banyak orang yg mulai khawatir, menanyakan apa yg terjadi kepada dirinya, namun si lelaki merasa-


-dirinya baik-baik saja rupanya, seiring berjalannya waktu semua bertambah buruk, karena pada suatu malam, tanpa ada sebab musabab, keesokan paginya, lelaki ini meninggal dunia bagai petir di siang bolong, tentu semua orang terkejut dibuatnya, karena semua berlangsung tiba-tiba


rupanya hal ini terus berlangsung, setiap kali ada lelaki yg menikahi si perempuan, sesuatu seperti menjalari keluarga ini, menggerogoti dari sisi yg tak bisa dilihat mata normal, karena lelaki ke empat meninggal dengan menggantung dirinya sendiri tepat di depan rumah.


sejak saat itu, semua orang tahu siapa perempuan ini, Bahu lawean, itulah bagaimana orang memanggil dirinya, atas desakan dari orang tua, perempuan ini mengganti namanya, namun tetap saja, suami kelima dari si perempuan juga meninggal, terlindas kereta, kematian seperti mengikuti


kini tak ada yg mau mendekati, apalagi menikahi, begitulah cerita ini di mulai, cerita dari seorang bernama DM, yg mengenal mbak Pini sebagai ibu angkatnya bertemu dengan Pethuk mati. di sini mari kita mulai ceritanya..


Dari jauh, terlihat sebuah Mobil tua keluaran tahun 97’ berjalan mendekat, seorang lelaki keluar dari dalam mobil bersama seorang anak laki-laki berusia 12 tahunan, anak itu bertubuh kecil namun kakinya jenjang, lelaki itu mendekat, mengetuk pintu rumah..


pintu terbuka, pandangan keluarga langsung tertuju pada si anak, tak lama mereka mempersilahkan masuk si lelaki si lelaki lalu duduk, menjelaskan situasinya, "jeneng' e doni, iki sing bakal nolong njenengan sekeluarga" (namanya doni, dia yg akan menolong keluarga ini)


semua orang saling memandang satu sama lain, ragu, apakah ini keputusan yg tepat. si lelaki menjelaskan lagi, bahwa ia mendapatkan Doni dengan cara yg sulit, dia akan sangat membantu karena bagaimanapun mempertemukan bahulawean dengan pethuk mati itu tidak mudah.


"nek ra onok kusen. sing ngunci bahulawean karo pethuk mati, anakmu isok kalah, wes ta lah percoyo ambek aku" (tanpa ada kusen, yg mengunci bahulawean dengan pethuk mati, anakmu pasti kalah, sudah, percaya saja sama aku) semua orang diam, tak ada yg berani menentang.


si lelaki lalu mengatakan kepada Doni, "paranono calon ibukmu, kenalan, yo mas" (kamu pergi ke calon ibu'mu, kenalan, ya mas) Doni mengangguk, ia berdiri setelah diberitahu dimana wanita yg sebelumnya sudah di ceritakan oleh lelaki yg membawanya, dia mengatakn bahwa-


wanita ini membutuhkan dirinya sebagai kusen. Doni sendiri saat itu tidak tahu makna kusen, ia hanya tahu bahwa ada keluarga yg bisa menerima dirinya, memberi kehidupan bagi dirinya. ia berjalan menuju ke kamar wanita itu.


Doni merasa tak nyaman, ia sudah bisa merasakan sebenarnya saat turun dari dalam mobil, ia melihat seorang wanita mengintip dirinya dari salah satu jendela, garis matanya seperti melamun, saat Doni melihatnya, wanita itu menutup selambu jendela, lenyap.


suara langkah kakinya tak terdengar karena ia berjalan diatas ubin, dari jauh sayup-sayup terdengar suara seperti kayu di ketuk-ketuk, Doni merasa yakin bahwa wanita yg dimaksud lelaki itu ada dia, Doni mendekat, namun baru beberapa langkah, Doni mencium aroma yg wangi.


aromanya sangat pekat sampai membuat hidung Doni merasa tak nyaman, namun bocah itu tetap melanjutkan, ia ingin mengenal calon ibunya, tetapi tiba-tiba firasatnya mendadak menjadi tidak enak terutama aroma wangi itu yg perlahan-lahan mulai berubah, Doni menutup hidungnya.


sampailah Doni di depan sebuah pintu yg terbuka, dari sana ia melihat perempuan sedang duduk di depan meja rias, melamun sendiri, wajahnya murung, namun sangat cantik, Doni bersiap mendekat sebelum ia sadar, aroma busuk itu rupanya tercium dari tubuh si perempuan.


Doni ingin memaksa dirinya mendekat, namun penciumannya tidak sanggup menahan lagi sampai akhirnya bocah itu memuntahkan isi perutnya, saat itu lah si perempuan menoleh, ia tersenyum, menyeringai pada Doni, anak itu lantas berlari pergi.


ketika sampai di tempat orang-orang, Doni ingin menjelaskan situasinya namun si lelaki seperti sudah tahu apa yg ingin dikatakan, "wes gak popo mas, engkok awakmu tak awasi tekan adoh, mek setahun tok kancanono yo, sakaken.." (sudah gak papa mas, nanti kamu tak awasi dari jauh-


hanya satu tahun kamu temeni dia, kasihan) Doni tak mengerti, apa maksudnya menemani wanita ini sedangkan mencium bau badannya saja Doni tidak sanggup, hal ini seolah-olah sudah diketahui semua. si lelaki lalu berdiri, "engkok bengi tak susul, tak terke nemoni wong iku"


(nanti malam ku jemput, akan kuantaran dia menemui orang itu) "orang yg mendapat nasib yg sama dengan anakmu, Pethuk mati" mobil itu pergi, meninggalkan Doni di rumah ini, malam ini ia akan dibawa bersama wanita ini, entah dimana nanti mereka akan tinggal.


Hujan gerimis mewarnai kepergian Doni dan mbak pini, Ia memilih tempat duduk di kursi depan, tepat di samping mas Jono sopir yg awalnya Ia kira akan mengadopsi dirinya, namun ternyata, Doni akan diasuh oleh mbak Pini. Saudara jauh dari mas Jono. Ia diminta menemani wanita itu.


sampai detik ini, mas Jono blm memberitahu Doni secara spesifik alasan kenapa dirinya harus menemani mbak Pini, Ia juga tidak tau kemana dirinya akan dibawa, hanya satu hal yg Doni pahami dari kata-kata mas Jono, bahwa ia disebut Kusen dalam tiga garis antara Bahu lawean-


dan Pethuk mati. Pethuk mati sendiri masih tak diketahui apakah panafsiran dari nama seseorang atau sesuatu yg lain, mas Jono hanya berbicara kepada Doni bahwa dirinya istimewa, sama seperti mbak Pini dan tentu saja, dia yg disebut Pethuk mati ini.


meski baru mengenal secara singkat, Doni tahu bahwa Mas Jono adalah orang yang gemar bercanda, Ia sering melempar guyonan membuat siapapun akan tertawa terpingkal-pingkal, mas Jono juga pintar membangun suasana, namun, tidak hari ini, tidak malam ini, mas Jono lebih banyak diam.


ia memilih merenung sembari menyetir, kadang matanya terlihat kosong, pandangannya tertuju keluar jendela mobil, jauh mengawang-awang, seperti ada yg beliau risaukan, menganggu pikirannya. Doni melirik ke kursi belakang, tempat mbak Pini duduk, wanita itu juga sama, ia menunduk.


dari dekat mbak Pini terlihat lebih muram lagi dari sebelumnya, Doni bahkan bisa melihat dengan jelas sorot mata mbak pini terlihat kelelahan seperti seseorang yg sudah lama tak pernah tidur, tak hanya itu saja, rambutnya yg panjang hitam itu tak pernah dirawat dengan benar.


Sangat disayangkan, padahal, mbak Pini memiliki paras yang cantik, hal ini membuat Doni kadang berpikir, nasib sial apa yg sudah menimpa dirinya. meski begitu, tetap saja, aroma tubuh mbak Pini masih beraroma busuk, seperti bangkai tikus atau mungkin lebih buruk lagi-


-sialnya, hanya Doni yg dapat mencium aroma itu, karena sedari tadi mas Jono seperti tak merasa terusik sedikitpun dengan aroma tubuhnya.


saat Doni sedang diam-diam mengawasi mbak Pini, tiba-tiba sorot mata wanita itu bergerak naik lalu tertuju menatap mata Doni, sejenak mereka saling berpandangan satu sama lain sebelum tiba-tiba Ia tersenyum menyeringai membuat Doni langsung mengalihkan pandangannya.


mas Jono sempat cerita kalau Mbak Pini adalah orang yg pendiam, hal ini berhubungan dengan masa lalunya. Doni sendiri mengerti karena sejak keberangkatan mereka saja, Ia belum mendengar wanita itu berbicara sekali pun, padahal, mas Jono beberapa kali dengan murah hati sudah-


-mencoba membuka pembicaraan tetapi mbak Pini lebih memilih diam, menunduk, tetapi tidak tidur. mbak Pini adalah wanita yg paling aneh yg pernah Doni temui. apakah semua Bahu lawean memang seperti ini.


Laju mobil semakin jauh, hingga Doni tak lagi mengenal dimana dirinya sedang berada, Ia hanya mendengar mas Jono berbicara kepada dirinya sesekali kalau nanti Ia akan meninggalkan Doni setelah prosesi manten bengi legi setelah itu Doni akan menemani mbak Pini tinggal di sebuah-


-rumah seorang lelaki, rumah gubuk dari calon suami mbak Pini. Doni sempat terkejut, tidak ada tanda-tanda sebelumnya bahwa perjalanan ini bertujuan untuk menikahkan mbak Pini dengan seseorang, pakaian yg mbak Pini kenakan juga bukan pakaian khas manten jawa-


-ia hanya mengenakan kebaya putih dengan jarik, bahkan rambutnya tampak kusut dengan wajah tanpa rias, lantas, bagaimana hal ini bisa disebut perjalanan manten. Doni tiba-tiba merasakan firasat yg teramat tidak enak, hal ini muncul dari sorot mata mbak Pini. ia melotot.


tak terasa, waktu berlalu begitu cepat, tengah malam, mobil yg dikendarai oleh mas Jono sampai di sebuah gang kampung yang gelap, dipenuhi oleh pohon-pohon tinggi besar, jalanan berbatu dengan rumah-rumah berciri khas atap runcing diikuti ornamen menyerupai pola batik.


Doni mengamati rumah-rumah penduduk, jarak dari satu rumah ke rumah lain cukup jauh dengan lahan kosong ditanami kebun-kebun pisang dan singkong serta dipagari oleh pagar kayu bambu biasa. tak ada listrik hanya lampu petromaks yg tergantung di tiang-tiang penyangga rumah.


ada kejadian ganjil yg Doni rasakan saat melewati rumah penduduk, semua pintu dan jendela sudah tertutup rapat, namun, dari celah-celah kayu pada rumah-rumah tersebut beberapa kali Doni seperti mendapati sepasang mata sedang mengintip, Doni merasa ngeri dengan keadaan ini.


Ia tahu ada yg tak beres dengan semua ini, karena semakin lama laju mobil merangsek masuk, semakin jarang rumah-rumah penduduk yg ia temui lagi, hanya pohon-pohon yg semakin besar dan rimbun dengan tanah berlumpur.


Doni mulai merasa gelisah, dalam hati Ia ingin bertanya namun wajah mas Jono seperti sedang terfokus pada hal lain, ia pasti tak ingin di ganggu, sementara di belakang, mbak Pini sedang bersenandung seorang diri, beberapa kali ia tertawa cekikikan sendiri. membuat Doni merinding.


Pergerakan mobil mulai menanjak naik, di atas tanah berbukit mas Jono menginjak rem sebelum membuka pintu, dua orang lelaki mendekati mobil mereka, Doni bisa melihat mas Jono sedang berbincang-bincang dengan mereka dimana beberapa kali Doni merasa mas Jono sedang menunjuk dirinya


orang-orang itu tak mengenakan baju, hanya sebuah sarung tersampir di badannya, kaki mereka langsung menginjak tanah, badannya kurus kekar, satu dari dua orang itu terus menerus memandang kearah Doni, sebelum akhirnya mas Jono mendekat, "dek ayok mudun, wes sampe" (dik, ayo turun


-sudah sampai) Doni diikuti mbak Pini melangkah turun dari dalam mobil, dua orang itu lalu mengantar mas Jono, bersama-sama mereka masuk kearah pohon-pohon yg lebih gelap, anehnya, sepanjang perjalanan tak ada yg berbicara satu sama lain. Doni semakin merasa was-was.


hanya binatang malam yg terdengar sepanjang perjalanan, mbak Pini berjalan tepat di belakang Doni, wajahnya kali ini terlihat sayu, sementara mas Jono berada di bagian paling belakang, mengawasi, dua lelaki itu sesekali memukul jalan dengan tongkat dari bambu hijau.


setelah menyasar kebun-kebun serta sawah-sawah penduduk, sampailah mereka di sebuah rumah kayu yg berada jauh sekali dari hiruk pikuk, rumah itu terlihat kokoh dibangun di atas tanah dipagari oleh kayu solid, di sana, tepat di depan rumah ada seseorang berdiri menutupi wajahnya-


dengan sarung. tak lama, dua orang itu berbicara agar mas Jono ikut, sementara mbak Pini dan Doni menunggu di sini. Doni mengamati, sosok itu begitu jangkung, tubuhnya kurus, dengan perut menunjukkan tulang-tulang rusuk,


mas Jono tampak berunding sebelum akhirnya tiga lelaki itu pergi masuk ke dalam rumah sementara mas Jono menarik tangan mbak Pini, kini mereka sedang berunding membiarkan Doni seorang diri tak tahu apa yg sedang terajadi di sini. tiba-tiba, mbak Pini berterik, menjerit,


Doni terkeut, mbak Pini terus menjerit, menjambak rambut panjangnya berkali-kali, mas Jono berusaha memegangi, menghentikan mbak Pini, namun yg terjadi berikutnya ialah, mbak Pini menarik lepas segenggam rambutnya membiarkan darah keluar membasahi keningnya, ia lalu tertawa,


mas Jono tetap merengkuh mbak Pini, ia membisiki wanita itu sebelum ia kembali tenang, lalu mengajak mbak Pini agar ikut dengan dirinya, Doni berjalan di belakang, rupanya, mas Jono membawa mbak Pini kebelakang rumah tempat dimana ada sebuah sumur batu,


"aduso dilik nduk, mari ngunu Doni yo" (mandi dulu dik, setelah itu baru Doni) kata mas Jono, mbak Pini mengangguk sebelum masuk ke bilik tempat di mana mbak pini menanggalkan semua pakaiannya, dari jendela rumah, Doni melihat seseorang mengawasi mereka..


selama mbak Pini mengguyur tubuhnya dengan air, Doni dan mas Jono bisa mendengar lagi-lagi wanita itu bersenandung, bernyanyi, suaranya halus namun terdengar menakutkan, apalagi di malam seperti ini, Doni tak tahu lagi apakah dirinya bisa hidup bersama wanita seperti ini..


puncaknya setelah selesai menunaikan tugas, mbak Pini keluar, wajahnya terlihat berbeda, ia tampak lebih segar meski bekas luka di kepalanya tak hilang, mas Jono melihat Doni, anak lelaki itu kini berjalan masuk ke bilik, ia terkejut di sana aroma kemenyan tercium mnyengat


tak hanya aroma kemenyan, namun, air di dalam kendi berisikan berbagai kelopak bunga, Doni merasa bingung apakah ia benar-benar harus mengguyur tubuhnya dengan ini, firasatnya mengatakan ia lebih baik tak melakukannya namun mas Jono terus berteriak agar Doni segera melakukannya.


bocah lelaki itu tak punya alasan lagi untuk menolak, ia mengguyur tubuhnya, air dingin menyentuh kulitnya membuat bocah itu gemetar kedinginan sebelum ia bilas dengan kain handuk, setelahnya, mas Jono mengantar mbak Pini bersama Doni masuk ke dalam rumah tersebut,


rumah itu lebih luas dari yg terlihat, di-sana, di tembok kayu rumah banyak ditemukan benda-benda seperti keris, topeng barong dan berbagai benda antik lain, tak hanya itu, bunga-bungaan berserakan di lantai, membuat Doni merasa heran, tempat siapa sebenar ini..


di lorong pintu terdapat ruangan yang lebih luas lagi, dengan lantai ubin, Doni bisa melihat dua lelaki sedang berdiri mendampingi seseorang yg berlutut membelakangi, tubuhnya di tutup oleh kain putih bersih di depan gamelan serta benda-benda perang dengan meja dipenuhi sesajen.


saat Doni mendekat, ia bisa melihat tiga kepala kerbau tersaji di meja dengan darah masih segar. satu lelaki mendekat lalu menarik tangan mbak Pini, menuntunnya agar duduk di samping lelaki yg sedang berlutut, tak lama, satu orang lain menarik kain putih bersih itu,


menyampirkannya kepada mbak Pini, mereka juga mengikat mbak Pini bersama orang asing itu dengan melati yg sudah di rajut oleh benang, di nikahkan, pikir Doni saat melihatnya, sebelum, Doni bisa melihat dengan jelas sosok si lelaki,


kulitnya hitam legam, dengan luka borok yg masih berwarna merah, aroma si lelaki jauh lebih busuk dari aroma tubuh mbak Pini sampai membuat Doni ingin memuntahkan isi perutnya, namun, lelaki pendamping segera menutup mulut Doni, memaksa bocah itu menutup paksa hidungnya..


di depan mereka semua, seekor ayam cemani berbulu hitam di gorok dengan darah di teteskan di atas kepala bangkai kerbau, meminumkannya pada mbak Pini, si lelaki, dan terakhir Doni, ia di paksa menelan bulat-bulat cairan kental berwarna merah kehitaman tersebut,


setelahnya, Doni bisa melihat dengan jelas apa yg sebenarnya terjadi, di belakang mbak Pini berdiri sosok hitam berbulu lebat sedang merengkuh tubuh mbak Pini, sedangkan dibelakang si lelaki tiga wanita kerdil sedang menjilati luka merah di tubuh si lelaki.


malam itu, akhirnya Doni sedikit tahu apa yg sedang terjadi. ia muntahkan isi perutnya, sebelum akhirnya ia jatuh dan tak sadarkan diri karena mendadak semuanya menjadi gelap gulita.


Pethuk Mati Bahu lawean- @bacahorror #bacahorror


lepas siuman, diatas ranjang kayu, Doni termangu sendiri, masih mengingat dengan jelas sosok hitam tinggi yg merengkuh tubuh mbak Pini, wanita yg menjadi ibu angkatnya. banyak pertanyaan berputar di dalam kepala Doni, makhluk apa yg sebenarnya dia lihat tersebut.


namun, kejadian ini masih secuil dari keseluruhan teka-teki, serta alasan kenapa Doni saat ini berdiri di bawah atap rumah yg sama dengan seorang laki-laki jangkung misterius, yg menutupi kepalanya dengan selembar kain yg berbeda-beda setiap harinya.


ditambah lagi, hubungan Doni dengan mbak Pini tidak terlalu bagus, Ia hanya diperkenalkan sekali, dipaksa menjadi anak angkat dengan tujuan tertentu yg sama sekali tidak dirinya ketahui. yg Doni tahu tentang mbak Pini hanyalah, beliau adalah bahu lawean. wanita pembawa kutukan.


berbeda dengan mbak Pini, Doni justru sama sekali tidak tahu menahu perihal pribadi dari laki-laki misterius ini, yg konon kabarnya sudah dinikahkan dengan mbak Pini, meski tanpa ada-nya acara yg megah karena semua serba sengaja ditutupi. bahkan tempat tinggal mereka, terasing.


tapi satu hal yg Doni ketahui, sebelum mas Jono pergi meninggalkan dirinya bersama dengan mbak Pini tinggal di gubuk yg terasing ini, beliau selalu saja menyebut hal yg sama tentang laki-laki ini, mas Jono memanggil beliau dengan sebutan "Pethuk mati" "Pethuk mati".


hal ini lah yg mendasari Doni untuk mencari tahu perihal si lelaki ini. sudah malam ketiga sejak Doni tinggal di gubuk ini, sekali pun ia tidak pernah boleh meninggalkan kamarnya, karena sebelum matahari tenggelam, mbak Pini pasti mendatangi Doni.


wanita itu lalu berbisik ditelinganya. dengan suara parau, mbak Pini mengingatkan dengan nada suara mendesis "ojok metu kamar yo mas, engkok ibuk teraken mangan'e sampean, timbangane, Pak lek murko" (jangan keluar dulu ya mas, nanti ibu antarkan makanannya, daripada paman marah)


paman yg dimaksud mbak Pini tentu saja adalah si pethuk mati ini. beliau tidak pernah sekali pun mendekati Doni, menatap pun enggan, setiap subuh ia akan pergi masuk ke selusuk alas (hutan), biasanya, siang hari sudah kembali dengan membawa bangkai binatang.


binatang yg dia bawa pun setiap hari berbeda-beda, terkadang membawa pitik alas (ayam hutan), terkadang ikan sungai, namun yg paling sering, laki-laki itu bawa dari dalam hutan adalah bangkai celeng (babi liar) yg dipunuk dibelakang punggungnya.


satu kali, Doni pernah tanpa sengaja tiba-tiba ingin membuang air kecil, waktu itu tengah malam. jadi, Ia bergerak turun dari atas ranjang, ia berjalan sendirian keluar dari dalam kamar, tepat setelah Doni melewati kamar mbak Pini bersama si pethuk mati, Ia tiba-tiba mencium-


aroma daging yg menusuk. aroma itu begitu pekat berasal dari dalam kamar, hal ini membuat Doni berhenti sejenak diluar kamar, sebelum, Ia merasakan bulukuduknya tiba-tiba berdiri, dibelakang tempatnya saat ini, Doni merasa seperti diawasi oleh sesuatu yg tak jauh dari tempatnya.


gestur yg mengawasi, entah kenapa seperti menyerupai dirinya sendiri. merasakan ada yg tidak beres, Doni lalu melanjutkan langkahnya menuju ke kamar mandi yg memang tempatnya terpisah dari gubuk utama. tidak ada yg Doni pikirkan lagi selain ada sesuatu yg disembunyikan di sini.


di dalam bilik kamar mandi, Doni duduk sembari tangannya memutar-mutar kendi yg berisi air. tidak ada suara apapun selain suara jangkrik dan sesekali hembusan angin yg menghempas atap bilik, namun, mana kala Doni sedang larut di dalam kepalanya, tiba-tiba secara mendadak-


Top